Sepenggal Kisah Harian
00:43Tak jarang membuat pusing kepala.
*minum panadol*
Jadi saya bisa apa...
Namun terkadang kenyataan itu selalu menghancurkan imajinasi..
Setiap hari saya harus mengejarnya kesana kemari. Merayunya segombal-gombal mungkin hanya untuk sekadar menyuruhnya mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR). Membutuhkan banyak tenaga dan kesabaran yang ekstra. Apalagi ketika PR-nya berbentuk cerita yang harus disalin di buku tulis.
Rasanya saya ingin bertukar jiwa dengan anak tersebut hingga PR-nya selesai dikerjakan.
Mengapa?
Karena Ia sangat malas sekali menulis. Menyalin 10 kalimat dalam waktu setengah jam saja sudah termasuk keajaiban.
***
Nah, pada suatu hari kemalasannya semakin menjadi-jadi, padahal PR-nya sudah menumpuk, menunggu untuk dikerjakan. Dengan ogah-ogahan, Ia menulis dan saya pun meninggalkannya untuk mengajari anak-anak yang lain.*5 menit kemudian*
Saya menengok hasil pekerjaannya dan..... Ia baru menulis nomor saja. Rasanya itu seperti ada kembang api yang meledak-ledak di kepala. Saya mencoba untuk sabar dan menyuruhnya kembali untuk menyalin PR-nya. Tapi Ia berpura-pura tidur dan tidak menghiraukanku.
*Teko air panas berbunyi*
Untuk mengalihkan perasaan yang campur aduk tersebut, saya memutuskan untuk mengajari anak yang lain terlebih dahulu. Sambil sesekali melihat pekerjaan anak tersebut.
1 soal, 2 soal, 3 soal selesai dan ketika soal ke 4 yang mempunyai jawaban agak lebih panjang dari 3 soal sebelumnya, Ia berhenti menulis dan menyuruhku melanjutkannya.
Demi apa?
...dan demi waktu yang bergulir disampingmu..
Baiklah, akhirnya kartu kesabaranku pun habis
Selama sisa pelajaran tersebut, saya mengacuhkannya. Saya tidak sekali pun menjawab panggilannya. Saya melakukan sesuatu yang persis seperti apa yang sering dilakukannya.
Ia pun marah dan melontarkan kata-kata yang agak kurang sopan. Yah, saya masih tetap acuh.
Mungkin karena kesal denganku, Ia akhirnya menyelesaikan PR-nya sendiri dengan waktu kurang dari 10 menit.
What? -_-
Sebenarnya saya tak tega untuk melakukan hal tersebut, tapi apa daya jika tidak seperti itu, Ia tidak akan mengerti bagaimana rasanya diacuhkan..
Ia tidak akan pernah tahu rasanya hati yang tersakiti
Saya tak tahu apakah yang saya lakukan ini sudah benar, tapi setidaknya Ia bisa merasakan bagaimana tidak enaknya diacuhkan sehingga (mungkin) nanti ia akan lebih menghargai orang lain.
*pulang ke rumah dengan gembira*
Oh iya, anak tersebut sempat mengatakan bahwa Ia tidak mau kursus lagi, Ia mau berhenti.. Saya pun hanya bisa mengelus dada lalu mengepalkan tangan sambil mengucapkan kata "Yes!"
*dan gaji pun dipotong*
***
Keesokan harinya..Saya menunggu..
Saya menunggu apakah ucapan anak tersebut nyata atau sekadar isapan jempol belaka. Sebenarnya saya sangat menyukai anak tersebut jika Ia sedikit lebih penurut, atau setidaknya bisa mendengarkanlah.
Tak ada anak kecil yang menyebalkan, mereka hanya lebih pandai untuk menirukan apa yang dilakukan orang disekitarnya, entah itu baik atau buruk, mereka belum bisa membedakannya.
Sudah 5 menit saya menunggunya, namun Ia belum juga datang.
Saya melirik jam, ternyata saya datang kepagian. Pantas saja belum ada anak yang datang.
*terdengar derap langkah kaki*
*jugijagijugijagijug*
satu persatu anak mulai berdatangan, dan saya melihatnya datang.. ada perasaan yang berbeda saat saya melihatnya.. Ia menjadi lebih tampan dan dewasa, eh maaf.. ternyata itu wali murid yang berada didepannya.
Tak ada yang berbeda darinya selain perubahan tingkah lakunya yang agak sedikit lain daripada biasanya.
Dia menjadi anak yang sedikit lebih penurut.
Dia yang biasanya harus disuruh dulu baru mengeluarkan buku pelajaran, sekarang sudah bisa mengeluarkan buku pelajarannya tanpa disuruh.
Dia yang biasanya berlari kesana kemari, sekarang sudah bisa mengendalikan diri. Jika sedang belajar, Ia akan duduk.
dan banyak lagi hal-hal lainnya yang perlahan mulai berubah.
Aku terharu.
*nangis cantik di bahunya Kim Bum*
-The End-
***
Ketika saya menghadapi masalah ini, ada 3 hal yang saya tanamkan pada diri sendiri.
Sabar
Menjadi guru itu membutuhkan kesabaran yang ekstra, karena ada banyak kepala yang dihadapi dan mempunyai sifat yang berbeda-beda. Ada yang rajin, ada yang malas. Ada yang penurut dan ada pula yang pembangkang. Ada yang jaringannya 22.38 Mb/s dan ada juga yang 1,5 Mb/s, dan masih banyak jenis lainnya.
Selain banyak kepala yang dihadapi, apa sih alasan mengapa kita harus sabar?
Jika kita tidak sabar, kita akan kehilangan kendali
Kemudahan akan datang setelah kesulitan
Mengajar itu belajar untuk yang kedua kalinya. Tidak mudah namun juga tidak sulit. Sesuatu itu akan terasa mudah ketika kita sudah mengerti. Yang sulit adalah ketika kita tidak mau mengerti. Selain itu, kita juga harus memperhatikan kebiasaan yang dilakukan murid tersebut. Ajak ngobrol mengenai kegiatannya sehari-hari. Gali informasi mengenai kegiatannya sehari-hari. Apa yang ia sukai, apa yang tidak ia sukai. Anak-anak akan merasa senang ketika mereka diperhatikan dan mereka akan lebih kooperatif saat belajar.
Enjoy
Kemarahan tak akan menyelesaikan masalah. Jika anak-anak melakukan hal-hal yang membuat tekanan darahmu tinggi, nikmati saja dan tersenyum. Niscaya, mereka akan melakukannya kembali.
*cekokin jamu pahit satu-satu*
Enjoy, tak ada anak murid yang tidak pernah berbuat salah. Kita pun mungkin lebih nakal dari mereka saat sekolah dasar dulu.
Santai, tarik napas dalam-dalam dan hembuskan. Lakukan hal tersebut saat semuanya tidak sejalan dengan apa yang kamu rencanakan. Sedikit lebih membantu dibandingkan dengan marah-marah yang hanya akan menghabiskan energi dan membuat suasana menjadi kaku seperti kanebo kering.
***
Yah, sekianlah uneg-uneg saya kali ini. Apapun yang terjadi, cintailah pekerjaanmu. Itu akan membuat segalanya lebih mudah.
Bye~
0 komentar